Picture
_Surabaya– Tidak banyak orang yang mengenal nama dari Boedi Capoenk, bahkan mereka tidak pernah tahu kalau karya – karya dari Boedi Capoenk telah menghiasi dan menjadi koleksi dari sejumlah pengusaha ternama Indonesia, Kolektor lukisan Papan Atas, dan telah banyak dipamerkan di banyak eksibisi tingkat atas.Lukisan Pak Boedi lebih banyak terkonsentrasi pada objek binatang, terutama unggas, karena kecintaannya terhadap unggas. Selain banyak menghasilkan banyak lukisan dengan tema binatang, tidak jarang Pak Boedi juga menghasilkan lukisan dengan tema kebudayaan Tiongkok, seperti salah satu karyanya yang terpajang di rumahnya.

Karyanya itu adalah gambar dari 8 Dewa (sebuah mitologi tentang Dewa dari negeri Tiongkok), yang diceritakan sedang melakukan perjalanan melintasi lautan secara bersamaan, sebuah lukisan yang sulit rasanya untuk dipercaya kalau lukisan itu adalah karya buah tangan pelukis asli Indonesia.

Sambil tersenyum Pak Boedi berkata dengan lugas: “Mungkin orang akan kebingungan melihat lukisan bertema kan Tiongkok, tetapi bisa dikerjakan dengan tidak kalah bagusnya oleh orang Pribumi Indonesia”.

“Saya mencintai segala macam budaya, terlebih Budaya Jawa, dan Budaya Tiongkok… Saya sangat mengagumi kearifan dua budaya itu, dan kedua budaya itu sarat makna dan filosofi yang tinggi”, sambungnya sambil tersenyum puas menatap lukisannya itu.

Sayapun hanya mampu berdecak kagum menatap lukisannya yang sangat luar biasa itu. Hingga mata saya tertuju pada sebuah lambang yang dibubuhkan oleh Pak Boedi pada setiap karyanya. Selain memuat tanda tangan, dan stempel nama yang diadaptasi dari stempel nama China kuno. Pak Boedi selalu menambahkan gambar capung di atas namanya.

Gambar Capung yang selalu dibubuhkan diatas lukisannya inilah yang mendasari Pak Boedi dikenal dengan sebutan Boedi Capoenk. Ada makna dibalik gambar Capung itu, ia bercerita bahwa semenjak kecil sangat kagum terhadap serangga ini. Dirinya kerap menjadikan capung sebagai bahan bermain dan mencari inspirasi, dengan cara diikat dengan menggunakan serat batang pisang yang diikatkan ke lidi, dan diikatkan ke perut sang Capung.

Baginya kegiatan sederhana ini adalah kegiatan yang digunakannya dalam mencari hiburan, dan mengisi kekosongan waktunya dalam mencari inspirasi.

“Seni itu sudah menjadi nafas, dan kehidupan saya… Saya betul – betul susah hidup tanpa seni, dan tidak bisa hidup tanpa seni”, katanya disertai tawa.

Ia bahkan menambahkan, berkat seni dia mampu menyekolahkan anak – anaknya hingga ke jenjang sarjana. Ketika saya menanyakan berapa harga yang dipatok untuk setiap lukisan hasil karya Pak Boedi. Dengan tersenyum dia hanya berkata, kalau harga minimal untuk lukisannya diatas media kanvas kecil senilai Rp. 30 juta, dan untuk lukisan dengan media kanvas besar minimal  Rp. 50 juta.

Pak Boedi mengaku tidak pernah mematok harga sedemikian tinggi, karena harga lukisannya justru ditentukan oleh para penikmat seni sendiri. Dan harga itulah yang dipatok oleh para penikmat seni untuk karya Pak Boedi.

Pria yang masih aktif melukis ini masih memiliki mimpi besar untuk membangun sebuah padepokan seni di rumahnya. Sebuah padepokan yang bertujuan untuk menampung para seniman muda yang tidak memiliki tempat untuk belajar, dan berkarya. Dan sebuah tempat yang ditujukan untuk mendidik bakat – bakat seni baru di dunia seni.

Dikoetip dari toelisan saia sendiri di Boekoe-Wadjah milik saia:http://www.facebook.com/note.php?note_id=10150167223798426





Leave a Reply.